Jakarta, NAWACITAPOST. COM – 63 orang dari 167 narapidana di lembaga pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Gunungsitoli adalah pelaku pembunuhan. Itu data pada Januari 2021, jelas Kalapas saat itu, Soetopo Berutu. Artinya 31,5 persen penghuni lapas di Gunungsitoli didominasi pelaku pembunuhan, sisanya pelaku narkoba 27 persen.
Baca Juga : Ketua Umum “Ono Ndruru”, Beesokhi Ndruru Minta Polres Nias Selatan Segera Proses Tindakan Kekerasan Terhadap Yamotuho
Terkait hal tersebut, “Hingga tahun 2022, kasus tindak pidana kekerasan dan penganiayaan masih menempati posisi teratas dan mendominasi kasus yang lain di wilayah hukum Polres Nias yang meliputi tiga kabupaten dan satu kota,” ungkap Kapolres Nias AKBP Lutfi dalam keterangan pers di Mapolres Nias, Jumat (31/12/2023).
Adanya kabar miris dan memprihatinkan tersebut, pemerhati sosial budaya Kepulauan Nias (Kepni) Faigiziduhu Nduru, ketika ditemui Nawacitapost.com disebuah Café di Jakarta, Rabu petang (18/1/2023), angkat suara.

Khusus untuk kekerasan yang mengakibatkan korban tewas, karena saat ini budaya menggunakan senjata tajam (sajam) dan keroyokan menjadi pemandangan sehari-hari di Kepni. Perkelahian di pesta kawin, pekan (harimbale), persoalan batas tanah dan lain-lain.
“Dulu berkelahi melumpuhkan lawan dengan tangan kosong, sekarang ini sangat memalukan dan banci karena masalah sepele menggunakan senjata tajam,”tegasnya.
Padahal dulu, setiap pria atau lelaki Nias, jika berkelahi atau berantem, dengan tetangga atau saudaranya, tidak menggunakan sajam alias tangan kosong, dan tidak keroyokan, sehingga minim korban tewas, paling hanya luka-luka lebam, dan satu atau dua minggu depan bisa beraktivitas normal kembali, ungkap pria yang anti kekerasan dalam setiap menyelesaikan persoalan, lebih mengutamakan dialog.
Masih menurut pria yang berkecimpung di perusahaan media ini, bahkan yang kalah pun dalam perkelahian menggunakan tangan kosong tidak dipermalukan oleh yang menang, sehingga dendam berefek pun tak terjadi.
Sile atau silat Nias, memang mengajarkan untuk lelaki Nias jika berantem bukan mematikan tapi cukup melumpuhkan, yang dulu menjadi semacam pijakan, nampaknya sudah hilang di Kepni.
Yang jutsru ada saat ini, ketika persoalan sepele yang berujung berantem, maka sajam yang bicara. Akibatnya, korban pun berjatuhan, dendam keluarga korban kepada pelaku maupun keluarga pelaku terus dipupuk, ujarnya.
Faigiziduhu Ndruru mengharapkan jangan ada lagi lelaki di Kepni berantem selalu mengandalkan sajam, selesaikan persoalan dengan dialog, dan undang orang yang ditokohkan, bila itu belum selesai, gunakan pihak kepolisian untuk menengahinya. Tetapi kalau itu belum juga bisa menjadi penyelesaian, Hidupkan lagi budaya belajar silat Nias dengan menggunakan tangan kosong.
Baginya, lelaki yang berantem menggunakan sajam di Kepni, itu adalah lelaki banci dan pengecut, pungkasnya.