Jakarta, NAWACITAPOST–Indonesia menjadi salah satu pemain ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Di tahun 2020, Kementerian Keuangan melaporkan nilai transaksi digital di Indonesia menyentuh angka Rp 638 triliun.
Sementara itu, Bank Indonesia merekam transaksi digital mengalami pertumbuhan secara konsisten pada Juli 2021.
Dilansir dari laman situs trendasia.com, Bank Indonesia mencatat nilai transaksi uang elektronik (UE) meningkat 57,71%.
Peningkatan juga terjadi pada transaksi digital banking yang mengalami pertumbuhan hingga 53,08%. Melejitnya angka transaksi digital tak lepas dari peran pandemic covid-19 yang memaksa masyarakat untuk beralih dari transaksi konvensional menjadi digital.
Dari sederet transformasi yang dialami masyarakat dunia, e-commerce menjadi salah satu lakon utama berkembangnya ekonomi digital di Indonesia.
Pertumbuhan platform e-commerce yang kian pesat akhirnya memunculkan banyak pasar digital atau yang umum dikenal dengan marketplace.
Sementara itu, keberadaan ‘pasar’ di dunia maya ini tentunya menjadi tantangan baru bagi Indonesia dalam mengawasi pergerakan transaksi digital yang rawan penyalahgunaan.
Ini menjadi celah bagi sekelompok orang untuk memperjual belikan barang yang tak seharusnya dijual secara bebas di Indonesia, salah satunya narkotika dan psikotropika.
Deputi Bidang Hukum Dan Kerjasama Badan Narkotika Nasional (BNN), Irjen. Pol. Drs. Puji Sarwono, mengatakan BNN RI telah lama menaruh perhatian pada adanya kemungkinan transaksi narkoba melalui platform digital.
Untuk itu, pihaknya banyak meminta masukan dari berbagai institusi baik nasional maupun internasional, dalam mengawasi transaksi digital di era e-commerce ini.
Melalui Forum Internasional yang digelar oleh International Narcotics Control Board (INCB) secara daring pada Selasa (14/12), Puji Sarwono menyampaikan upaya apa saja yang telah dilakukan Indonesia dalam mencegah terjadinya transaksi narkotika melalui e-commerce.
“Salah satu yang kita lakukan adalah memanfaatkan marketplace –marketplace terbesar di Indonesia sebagai penyaring, untuk memastikan tidak adanya transaksi narkoba pada platformnya”, ujar Puji Sarwono.
Lebih lanjut, Puji Sarwono mengatakan, situs-situs belanja online yang ada di Indonesia memiliki banyak syarat dalam melakukan transaksi jual beli salah satunya daftar kategori barang yang boleh dan tidak boleh dijual pada platformnya.
“Sebagai contoh apotik yang menjual obat secara online. Ada beberapa jenis obat yang secara otomatis dilarang untuk dijual pada etalase digitalnya”, terang Puji.
Namun menurut Puji Sarwono, yang menjadi kendala saat ini adalah banyaknya transaksi yang juga terjadi pada platform media sosial, seperti facebook, instagram, whatsap, dan sebagainya.
Pada platform ini, pemerintah tidak bisa melakukan pencegahan dan pengawasan transaksi digital secara langsung. Untuk itu, ia meminta banyak masukan dari berbagai Negara pada forum internasional INCB ini.
“Saya juga minta mereka (INCB, Red.) untuk mengirimkan expertnya. Tidak hanya tanya jawab saja, tapi kirim juga pakarnya”, tegas Puji.
Puji mengatakan beberapa waktu yang lalu pihak INCB telah sepakat mengirim delegasinya untuk mentraining pihaknya dalam menangani permasalahan ini. Menurutnya, kerjasama ini akan terus berkembang ke arah meningkatnya proteksi Negara dalam mencegah terjadinya transaksi narkoba secara digital.
“Ini akan terus berkembang, dan kolaborasi antara BNN RI, Kominfo, BPOM dan marketplace marketplace terbesar di Indonesia juga akan terus ditingkatkan,” tutup Puji Sarwono.
PPATK Temukan Transaksi Narkoba Hingga Rp 400 triliun.
Petugas dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sedang menyelidiki kasus transaksi narkoba yang melibatkan uang dengan nominal super besar. Diperkirakan jumlah perputaran uang di sana mencapai Rp 400 triliun.
Kepala PPATK Ivan Yustivandana mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan sebanyak 47 hasil analisis dan informasi kepada Bareskrim Polri, Polda, dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Total dana yang diduga dengan kasus-kasus terkait narkotika kurang lebih Rp 1,9 triliun,” kata Ivan, Selasa (21/12/2021).
Kemudian setelah mendapatkan hasil analisis, PPATK cepat merespon dengan menggelar proses pemeriksaan.
Selanjutnya, hasil pemeriksaan kemudian kembali dikirimkan kepada Bareskrim Polri, Polda, dan BNN.
Sejak tahun 2016, PPATK telah mengirimkan dua hasil pemeriksaan untuk Polri, dan sebanyak sembilan hasil pemeriksaan kepada BNN di sepanjang 2016-2021.
“Jadi total dana yang diduga terkait kasus itu, terdapat sekitar Rp 221,664 triliun,” bebernya.
Namun, PPATK sudah punya perhitungan tersendiri atas perputaran uang untuk kasus transaksi narkotika, dimana jumalhnya jauh lebih besar.