(1). Menolak Negara Lemah dengan Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum yang bebas korupsi, Bermartabat dan terpercaya.
(2). Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan.
(4). Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga.
(6). Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
(8). Melakukan revolusi karakter bangsa. (9). Daya saing di pasar internasional.Boleh saja semua program pemerintahan Joko Widodo yang kini sedang menjalani periode keduanya sebagai Kepala Negara yang tak lagi bersama Jusuf Kalla telah menunaikan semua program tersebut. Meskipun begitu tetap saja ada beberapa catatan yang perlu digarisbawahi dengan tinta merah, agar semua pihak bisa ikut urun rembuk memberi jalan percepatan untuk melakukannya.
Tentang revolusi karakter bangsa misalnya kalau harus dibebankan pada BPIP (Badan Pembinaaan Ideologi Pancasila) jelas perlu dikoreksi. Setidaknya, dari pengakuan jujur pengunduran diri Ahmad Syaifudin selaku Ketua DPRD Lumajang yang tak hafal lafas sila-sila Pancasila, bisalah jadi penakar revolusi karakter yang harus mengacu pada ideologi negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila, pantas dicatat, bila yang lebih penting dipancasilakan itu adalah pejabat publik. Meskipun, tak hafal sila-sila Pancasila itu tidak lantas berarti tidak Pancasilais.
Fenomena dari tindak kejahatan yang justru lebih parah dan sungguh sangat menakutkan bagi segenap warga bangsa Indonesia — seperti yang mau diatasi dalam poin keempat dari nawacita, yaitu kehadiran negara untuk melindungi semua warga bangsa dan rasa aman — sementara praktek mafia malah dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Padahal, sembilan program prioritas Nawacita itu katanya, masuk dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 2015-2019. Lha, sekarang sudah tiga tahun berlalu (2022).
Revolusi mental dan restorasi sosial tampaknya yang hendak diambil-alih oleh GMRI (Gerakan Moral Rekonsikiasi Indonesia) yang yang semakin mengakar dan kuat frekuensinya dalam bentuk sambutan warga masyarakat yang semakin intens menekuni laku spiritual, karena memang sebagai alternatif terbaik sebelum rumusan berikutnya ditemukan. Bahwa gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual patut disosialisaikan dalam skala global, tidak hanya bagi warga bangsa Indonesia saja.
Karena itu program GMRI untuk segera mewujudkan pertemuan agung persaudaraan antar bangsa se-dunia yang terkait erat dengan lintas agama, diharap bisa segera terwujud dalam waktu dekat.
Karena itu pula, terkait dengan programatis Media Nawacita Indonesia berkala Nasional yang berada dibawah binaan Menhumham Yasona Laoli, akan membagikan Award kepada sembilan orang yang dianggap terbaik dalam sembilan kategori (1) pertahanan dan keamanan, (2) sistem demokrasi, (3) pembangunan daerah, (4) penegakan hukum, (5) kesejahteraan rakyat, (6) kemajuan industri, (7) Kemandirian ekonomi nasional, (8) pendidikan karakter bangsa, dan (9) penguatan kebhinekaan Indonesia.
Yang runyam, penghargaan Nawacita Award justru akan diberikan kepada mereka yang masih menjabat, bukan kepada warga masyarakat yang dinilai telah berjasa ikut mendorong, mewujudkan realisasi nawacita yang dicanangkan pemerintah.
Sehingga dengan begitu akan memotivasi warga masyarakat lainnya ikut serta mendukung untuk mewujudkan sejumlah item program nawacita Jokowi yang terkesan cukup berat diwujudkan oleh pemerintah, karena tidak melibatkan peran serta warga masyarakat.
Sekiranya benar Nawacita Award hanya akan diberikan kepada para pejabat yang tengah menjabat, memang tidak terlalu salah, tapi kurang tepat. Seperti BPIP yang sibuk ingin mengurus rakyat, sementara banyak pejabat yang _jangankan telah menghayati dan mengamalkan Pancasila yang tak hafal Pancasila masih sangat banyak.
Kebaikan yang sama tapi berbeda antara BPIP dan Media Nawacita Indonesia yang hendak memberi award pada mereka yang memang sudah menjadi tugasnya untuk mewujudkan program nawacita, memang tidak sepenuhnya salah, tapi tidak pas.
Lain cerita kalau award itu sekedar untuk unjuk kegagahan belaka dari sang pemberi kepada sang penerima. Karena yang menerima award bukan rakyat jelata yang sudah ikut berkeringat mendukung perwujudan cita-cita yang dimaksud oleh nawacita.
Konon informasi pelaksanaan pemberian Award dari Media Nawacita Indonesia itu akan dilakukan pada 28 Oktober 2022. Idealnya, sebagai media yang punya gagasan akan sangat lebih elegan memberi award bergengsi itu kepada para wartawan, penulis yang giat dan gigih memberikan perhatiannya pada upaya dan usaha ingin mewujudkan program Nawacita di Indonesia, bukan pada mereka yang memang sudah berkewajiban menunaikan tugas dan fungsinya sebagai pejabat pemerintah.
Artinya, Nawacita Award itu baik secara filosofis maupun teknis sepatutnya hanya untuk rakyat bukan untuk pejabat. Karena kewajiban para pejabat itu untuk mewujudkan Nawacita Jokowi bagi rakyat jelata yang sengsara dan menderita.
Banten,
(1). Menolak Negara Lemah dengan Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum yang bebas korupsi, Bermartabat dan terpercaya.
(2). Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan.
(4). Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga.
(6). Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
(8). Melakukan revolusi karakter bangsa. (9). Daya saing di pasar internasional.Boleh saja semua program pemerintahan Joko Widodo yang kini sedang menjalani periode keduanya sebagai Kepala Negara yang tak lagi bersama Jusuf Kalla telah menunaikan semua program tersebut. Meskipun begitu tetap saja ada beberapa catatan yang perlu digarisbawahi dengan tinta merah, agar semua pihak bisa ikut urun rembuk memberi jalan percepatan untuk melakukannya.
Tentang revolusi karakter bangsa misalnya kalau harus dibebankan pada BPIP (Badan Pembinaaan Ideologi Pancasila) jelas perlu dikoreksi. Setidaknya, dari pengakuan jujur pengunduran diri Ahmad Syaifudin selaku Ketua DPRD Lumajang yang tak hafal lafas sila-sila Pancasila, bisalah jadi penakar revolusi karakter yang harus mengacu pada ideologi negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila, pantas dicatat, bila yang lebih penting dipancasilakan itu adalah pejabat publik. Meskipun, tak hafal sila-sila Pancasila itu tidak lantas berarti tidak Pancasilais.
Fenomena dari tindak kejahatan yang justru lebih parah dan sungguh sangat menakutkan bagi segenap warga bangsa Indonesia — seperti yang mau diatasi dalam poin keempat dari nawacita, yaitu kehadiran negara untuk melindungi semua warga bangsa dan rasa aman — sementara praktek mafia malah dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Padahal, sembilan program prioritas Nawacita itu katanya, masuk dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 2015-2019. Lha, sekarang sudah tiga tahun berlalu (2022).
Revolusi mental dan restorasi sosial tampaknya yang hendak diambil-alih oleh GMRI (Gerakan Moral Rekonsikiasi Indonesia) yang yang semakin mengakar dan kuat frekuensinya dalam bentuk sambutan warga masyarakat yang semakin intens menekuni laku spiritual, karena memang sebagai alternatif terbaik sebelum rumusan berikutnya ditemukan. Bahwa gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual patut disosialisaikan dalam skala global, tidak hanya bagi warga bangsa Indonesia saja.
Karena itu program GMRI untuk segera mewujudkan pertemuan agung persaudaraan antar bangsa se-dunia yang terkait erat dengan lintas agama, diharap bisa segera terwujud dalam waktu dekat.
Karena itu pula, terkait dengan programatis Media Nawacita Indonesia berkala Nasional yang berada dibawah binaan Menhumham Yasona Laoli, akan membagikan Award kepada sembilan orang yang dianggap terbaik dalam sembilan kategori (1) pertahanan dan keamanan, (2) sistem demokrasi, (3) pembangunan daerah, (4) penegakan hukum, (5) kesejahteraan rakyat, (6) kemajuan industri, (7) Kemandirian ekonomi nasional, (8) pendidikan karakter bangsa, dan (9) penguatan kebhinekaan Indonesia.
Yang runyam, penghargaan Nawacita Award justru akan diberikan kepada mereka yang masih menjabat, bukan kepada warga masyarakat yang dinilai telah berjasa ikut mendorong, mewujudkan realisasi nawacita yang dicanangkan pemerintah.
Sehingga dengan begitu akan memotivasi warga masyarakat lainnya ikut serta mendukung untuk mewujudkan sejumlah item program nawacita Jokowi yang terkesan cukup berat diwujudkan oleh pemerintah, karena tidak melibatkan peran serta warga masyarakat.
Sekiranya benar Nawacita Award hanya akan diberikan kepada para pejabat yang tengah menjabat, memang tidak terlalu salah, tapi kurang tepat. Seperti BPIP yang sibuk ingin mengurus rakyat, sementara banyak pejabat yang _jangankan telah menghayati dan mengamalkan Pancasila yang tak hafal Pancasila masih sangat banyak.
Kebaikan yang sama tapi berbeda antara BPIP dan Media Nawacita Indonesia yang hendak memberi award pada mereka yang memang sudah menjadi tugasnya untuk mewujudkan program nawacita, memang tidak sepenuhnya salah, tapi tidak pas.
Lain cerita kalau award itu sekedar untuk unjuk kegagahan belaka dari sang pemberi kepada sang penerima. Karena yang menerima award bukan rakyat jelata yang sudah ikut berkeringat mendukung perwujudan cita-cita yang dimaksud oleh nawacita.
Konon informasi pelaksanaan pemberian Award dari Media Nawacita Indonesia itu akan dilakukan pada 28 Oktober 2022. Idealnya, sebagai media yang punya gagasan akan sangat lebih elegan memberi award bergengsi itu kepada para wartawan, penulis yang giat dan gigih memberikan perhatiannya pada upaya dan usaha ingin mewujudkan program Nawacita di Indonesia, bukan pada mereka yang memang sudah berkewajiban menunaikan tugas dan fungsinya sebagai pejabat pemerintah.
Artinya, Nawacita Award itu baik secara filosofis maupun teknis sepatutnya hanya untuk rakyat bukan untuk pejabat. Karena kewajiban para pejabat itu untuk mewujudkan Nawacita Jokowi bagi rakyat jelata yang sengsara dan menderita.
Banten,